Pages

Senin, 28 November 2016

SAUNG UDJO: PENGGERAK WARGA DALAM MEMASYARAKATKAN BUDAYA SUNDA



Saung Udjo yang beralamatkan di jalan Padasuka No.118 Bandung ini menjadi tempat wisata yang tepat untuk mengenal budaya sunda. Angklung, arumba, wayang golek, tari topeng, dan heleran disajikan dalam kemasan pertunjukan rutin yang dilaksanakan setiap sore hari di panggung Saung Udjo. Udjo Ngalagena (Almarhum) sang pendiri Saung Udjo mendapatkan piagam kehormatan dari Presiden Republik Indonesia keenam –Susilo Bambang Yudhoyono- dan mendapatkan anugerah Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma pada tahun 2010. Kini perjuangan Udjo dilanjutkan oleh kesepuluh anaknya yang juga memiliki semangat perjuangan untuk mengembangkan budaya sunda melalui Saung Udjo.

Masyarakat Terlibat Aktif
 Saung Udjo didirikan tahun 1966 dengan tujuan untuk melestarikan budaya sunda. Awalnya Saung Udjo merupakan sebuah Yayasan. Namun seiring tuntutan zaman, Saung Udjo membentuk sebuah Perseroan Terbatas untuk kebutuhan transaksi bisnis dengan perusahaan besar. Yayasan dan Perseroan Terbatas Saung Udjo ini melibatkan masyarakat sekitar melalui perekrutan tertutup. Kriteria dan persyaratan sepenuhnya menjadi kewenangan Saung Udjo dan lebih diutamakan untuk masyarakat kurang mampu di bidang ekonomi. “Menurut saya kekuatan pak udjo yang ada sampai saat ini adalah pak udjo memang menginvolve orang-orang di sekitar Padasuka. Dan itupun orang-orang yang tidak mempunyai ekonomi yang cukup,” papar Ria Sawitri, karyawan bagian Public Relation di Saung Udjo. Saat ini, terdapat 136 karyawan tergabung dalam back office serta 800 orang tergabung sebagai seniman, petani bambu dan pengrajin angklung. Saung Udjo memberikan fasilitas pengembangan profesi dengan mengadakan kegiatan seperti pelatihan untuk seniman, penyuluhan untuk petani bambu, dan pembinaan untuk pengrajin angklung. Seniman berusia antara 2 tahun hingga 18 tahun mendapatkan pelatihan langsung dari trainer Saung Udjo. Mereka disiapkan untuk tampil dalam pertunjukkan yang digelar setiap sore hari di panggung Saung Udjo. Saung Udjo menanamkan sejak dini daily schedule untuk penampilan budaya sunda. Berapapun jumlah pengunjung, murid-murid ini tetap tampil di panggung Saung Udjo sebagai bentuk latihan rutin. Apresiasi yang sangat besar diberikan Saung Udjo kepada murid-murid dengan memberikan kompensasi berupa beasiswa dan dana untuk menunjang kebutuhan sekolah.

Bentuk Tanggung Jawab Sosial Sebagai bentuk tanggung jawab sosial

Saung Udjo juga menerapkan CSR (Corporate Social Responsibility) secara materiil dan nonmateriil. Secara materiil, Saung Udjo memberikan bantuan ke masyarakat baik mingguan ataupun bulanan dan diutamakan untuk masyarakat wilayah Padasuka. Sedangkan secara nonmateriil, Saung Udjo membuka lahan untuk umum misalnya sholat idul fitri, imunisasi, pemilu, potong korban, bahkan kegiatan dari kecamatan pun juga bisa dilakukan di Saung Udjo. Selain itu, Saung Udjo juga mensponsori acara-acara yang berbau kebudayaan. Satu bulan bisa mencapai 50 kegiatan. Hal ini sebagai bentuk dukungan kepada pihak terkait yang peduli akan budaya sunda. Bentuk sponsor ada bermacam-macam misalnya pemberian angklung secara gratis, pemberian angklung plakat dan lainnya yang berhubungan dengan angklung. Bentuk CSR lain, Saung Udjo juga mengundang masyarakat sekitar untuk menonton secara gratis ke panggung Saung Udjo secara bergantian. Ada Tim Organizer yang mengatur jadwal tersebut. Dengan demikian, diharapkan masyarakat sekitar semakin dekat dengan budaya sunda.

Melewati Masa Kritis dengan Penuh Kebanggaan
Tahun 1998 menjadi tahun kelam bagi Saung Udjo. Tidak ada tamu yang datang untuk menonton pertunjukan. Kepercayaan masyarakat terhadap budaya sunda pun semakin luntur. Kondisi ini mendorong Saung Udjo memikirkan inovasi baru untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Akhirnya muncullah inovasi untuk mengadakan kalaborasi dengan artis Indonesia yaitu Sherina, Peterpan, dan Ungu. Saat itu lah menjadi awal bangkitnya Saung Udjo untuk kembali mengenalkan budaya sunda kepada masyarakat. Antusiasme masyarakat pun semakin besar, terlebih lagi saat angklung dikukuhkan oleh UNESCO (United Nations Education, Scientific, and Cultural Organization) tanggal 16 November 2010 sebagai warisan budaya asli Indonesia. Sejak saat itu, pengunjung di Saung Udjo semakin meningkat. Seluruh pihak yang tergabung dalam Saung Udjo semakin gencar mengenalkan angklung dan budaya sunda lainnya. Saung Udjo melebarkan pergerakan dengan mengadakan pertunjukan di luar panggung Saung Udjo. Hingga akhirnya pada tahun 2015, Saung Udjo diundang UNESCO untuk merayakan Anniversary Saung Udjo ke-49 di Eropa. “Tahun 2015, kita merayakan (anniversary) diundang langsung oleh UNESCO. Diminta untuk mengadakan konser tradisional angklung di tempat angklung itu dikukuhkan yaitu di Eropa,” papar Ria. Selama dua minggu, Saung Udjo melakukan tour pertunjukan di luar negeri dengan mengunjungi Paris, Ukraine, Belanda, Istambul, dan Turki. Sejumlah 30 seniman Saung Udjo menampilkan pertunjukan angklung dan membawa nama baik indonesia dihadapan ribuan penikmat seni di beberapa negara.

Ditulis dalam rangka seleksi pegawai bertalenta bidang Jurnalistik dan Kehumasan tanggal 23 - 24 Maret 2016

0 komentar:

Posting Komentar