Dino Yudha A., Dosen Audit Keuangan Sektor Pemerintah
Jika kita lihat, kebanyakan PNS yang berbisnis itu bermain di ranah garing. Artinya, tidak membutuhkan waktu khusus yang membuat dia harus meninggalkan tugas di kantor. Mungkin sambil istirahat atau di sela-sela pekerjaannya dia bisa berjualan. Contohnya, berjualan produk seluler semacam BlackBerry, Android, atau apa pun. Sambil jalan pun dia bisa promosi dan berjualan. Tidak ada salahnya kalau dilihat dari sisi praktis. Hanya saja, ketika dibentrokkan dengan peraturan, ini jadi bermasalah. Setahu saya, peraturan yang mengatur kebijakan ini adalah UU Tahun 1974 yang digantikan dengan PP No. 53 tentang Pegawai Negeri Sipil. Akan tetapi, peraturan mengenai PNS yang berbisnis itu pun tidak tegas: melarang atau memperbolehkan.
Cara terbaik untuk menjadi PNS yang tetap dapat menjalankan usaha adalah kita cukup fokus di awal saja guna membangun sistem usaha kita. Setelah berjalan, kita dapat lepas dari urusan teknis usaha kita dan tetap fokus dengan profesionalisme sebagai PNS. Andil kita beralih menjadi pemilik atau investor dari usaha itu. Kalau seorang PNS memang rajin, kedua pekerjaan itu tentu bisa saja berjalan sama sama. Sebagai PNS, saya setuju dengan PNS yang berbisnis. Pekerjaan sebagai PNS itu lebih ke arah aktualisasi diri. Jangan sampai status PNS membuat diri kita terkungkung di situ. Sah-sah saja apabila kita punya tujuan lain, misalnya memanfaatkan dana yang ada supaya lebih produktif.
Minggu, 28 Oktober 2012
PNS Berbisnis Rawan Konflik Kepentingan
Dr. Rahmadi Murwanto, Dosen Metode Penelitian
“Jika memiliki bisnis yang menghasilkan miliaran rupiah, apa sempat birokrat memikirkan pekerjaannya?”
Berbisnis merupakan hak asasi manusia. Jadi kalau saya mempunyai bisnis ya terserah saya. Yang perlu diperhatikan ketika pegawai negeri memiliki bisnis, kita harus memastikan bahwa bisnis tersebut tidak mengganggu fungsi sebagai birokrat pelayanan masyarakat. Selain itu, perlu berhati-hati dengan adanya conflict of interest yang rawan mengganggu kinerja sebagai pegawai negeri. Jika memiliki bisnis yang menghasilkan miliaran rupiah, apa sempat birokrat memikirkan pekerjaannya?
Menurut saya, kalau saya sebagai birokrat mempunyai bisnis besar yang menjanjikan, kenapa saya tetap jadi birokrat? Pasti muncul konflik kepentingan yang akan semakin besar. Seorang pejabat misalnya sebagai pelaksana boleh mempunyai bisnis tapi seiring kenaikan posisi yang lebih tinggi seperti eselon, maka seharusnya melepas atau menjual ke pihak lain untuk menghindari konflik kepentingan. Sebagai PNS seandainya melakukan investasi, saya akan mengejar investasi pasif. Misalnya menanam modal kemudian orang lain yang mengorganisasikannya. Tapi kalau hal tersebut menyebabkan saya lembur bekerja dan mengganggu urusan kantor, saya harus memilih tetap menjadi pegawai negeri atau pegawai swasta.
Mungkin yang rawan itu konflik waktu. Ketika di kantor memikirkan bisnis. Delapan jam di kantor, tiga jam memikirkan bisnis. Menurut saya itu sudah termasuk konflik kepentingan bahkan dapat dianggap korupsi waktu. Kita bekerja dikantor dan digaji, sepatutnya kita memikirkan kantor sepenuhnya. Urusan luar kantor dipikirkan di luar jam kerja. Apalagi sekarang adanya tuntutan kinerja yang cukup besar dan mempunyai target kinerja yang akan dicapai. Saya tidak yakin praktik-praktik pengelolaan bisnis sekaligus menjadi pegawai negeri masih akan terjadi.
Banyak teman-teman seangkatan saya yang memiliki bisnis besar di luar. Mereka dengan tegas memutuskan keluar dari PNS dan memutuskan untuk menjadi pengusaha. Saya paling respek terhadap orang seperti itu daripada setengah-setengah dalam bekerja. Kalau mempunyai bisnis miliaran dan tetap menjadi PNS, saya malah curiga, pasti ada sesuatu yang ada kaitannya dengan bisnis yang dimiliki. Kalau di luar bisa menghasilkan uang banyak ngapain jadi PNS. Pada akhirnya, semua itu kembali pada diri kita masing-masing. Dari sisi institusi harus punya sistem yang jelas, mulai dari pendataan pegawai negeri yang mempunyai bisnis, hingga evaluasi secara independen. Dengan demikian akan terwujud sistem yang baik.
(Tabloid Civitas #19 - Mei 2012)
“Jika memiliki bisnis yang menghasilkan miliaran rupiah, apa sempat birokrat memikirkan pekerjaannya?”
Berbisnis merupakan hak asasi manusia. Jadi kalau saya mempunyai bisnis ya terserah saya. Yang perlu diperhatikan ketika pegawai negeri memiliki bisnis, kita harus memastikan bahwa bisnis tersebut tidak mengganggu fungsi sebagai birokrat pelayanan masyarakat. Selain itu, perlu berhati-hati dengan adanya conflict of interest yang rawan mengganggu kinerja sebagai pegawai negeri. Jika memiliki bisnis yang menghasilkan miliaran rupiah, apa sempat birokrat memikirkan pekerjaannya?
Menurut saya, kalau saya sebagai birokrat mempunyai bisnis besar yang menjanjikan, kenapa saya tetap jadi birokrat? Pasti muncul konflik kepentingan yang akan semakin besar. Seorang pejabat misalnya sebagai pelaksana boleh mempunyai bisnis tapi seiring kenaikan posisi yang lebih tinggi seperti eselon, maka seharusnya melepas atau menjual ke pihak lain untuk menghindari konflik kepentingan. Sebagai PNS seandainya melakukan investasi, saya akan mengejar investasi pasif. Misalnya menanam modal kemudian orang lain yang mengorganisasikannya. Tapi kalau hal tersebut menyebabkan saya lembur bekerja dan mengganggu urusan kantor, saya harus memilih tetap menjadi pegawai negeri atau pegawai swasta.
Mungkin yang rawan itu konflik waktu. Ketika di kantor memikirkan bisnis. Delapan jam di kantor, tiga jam memikirkan bisnis. Menurut saya itu sudah termasuk konflik kepentingan bahkan dapat dianggap korupsi waktu. Kita bekerja dikantor dan digaji, sepatutnya kita memikirkan kantor sepenuhnya. Urusan luar kantor dipikirkan di luar jam kerja. Apalagi sekarang adanya tuntutan kinerja yang cukup besar dan mempunyai target kinerja yang akan dicapai. Saya tidak yakin praktik-praktik pengelolaan bisnis sekaligus menjadi pegawai negeri masih akan terjadi.
Banyak teman-teman seangkatan saya yang memiliki bisnis besar di luar. Mereka dengan tegas memutuskan keluar dari PNS dan memutuskan untuk menjadi pengusaha. Saya paling respek terhadap orang seperti itu daripada setengah-setengah dalam bekerja. Kalau mempunyai bisnis miliaran dan tetap menjadi PNS, saya malah curiga, pasti ada sesuatu yang ada kaitannya dengan bisnis yang dimiliki. Kalau di luar bisa menghasilkan uang banyak ngapain jadi PNS. Pada akhirnya, semua itu kembali pada diri kita masing-masing. Dari sisi institusi harus punya sistem yang jelas, mulai dari pendataan pegawai negeri yang mempunyai bisnis, hingga evaluasi secara independen. Dengan demikian akan terwujud sistem yang baik.
(Tabloid Civitas #19 - Mei 2012)
Demi Mahasiswa Pohon Ditebang
Deru mesin lantas diikuti derak pohon tumbang sering terdengar akhir-akhir ini. Rimbunnya dedaunan di Kampus Ali Wardhana justru menghilang di tengah maraknya pesan Go Green.
Suasana kampus yang biasanya teduh akan kita rindukan. Karena kini, mahasiswa tak lagi dapat bernaung dari terik matahari di bawah pohon yang rindang. Ketika masyarakat ramai menanam pohon, kita malah menebang. Tentu saja hal ini menimbulkan keheranan. Akan tetapi, rasa heran yang menggumpal segera pupus setelah kami menemui Budi, salah seorang penebang, pada Jumat sore (30/7).
Alasan Penebangan
“ Demi keamanan lingkungan dan warga STAN”, jawab Budi, saat kami tanya mengenai alasan penebangan. Cuaca hujan disertai angin kencang adalah penyebab umum robohnya pohon secara tiba-tiba. Penebangan dilakukan untuk menghindari kemungkinan korban jatuh akibat hal tesebut. ”Sekarang ini kan musimnya hujan dan angin besar. Jadi, pihak STAN memerintahkan untuk segera melakukan penebangan agar tidak ada pohon yang (tiba-tiba) tumbang ”, tambahnya. Tujuan lainnya, agar lingkungan kampus STAN terlihat lebih rapi.
Amanat Kesekretariatan
“Kami diberi amanat dari kesekretariatan untuk menebang pohon -pohon di wilayah STAN”, ujar Budi. Walaupun merupakan amanat kesekretariatan, biaya ditanggung sendiri. “Segala keperluan yang berhubungan dengan penebangan, kami sendiri yang menanggung, misalnya penyewaan mesin tebang dan pengangkutan kayu”, terangnya. Ia juga mengaku tidak diberi upah atas pekerjaannya. “Kami tidak diberi upah, tetapi kayu tebangan langsung diberikan ke kami”.
Kebijakan ini masih akan berlanjut. Rencananya, pepohonan di sepanjang jalan menuju gerbang Ceger juga akan ditebang. Sementara, pohon trembesi besar yang berada di taman CD, walaupun tidak ikut ditebang, akan tetap dirapikan dengan memotong cabang-cabangnya.
Penebangan ini bukan asal-asalan. Ada ketentuan yang harus terpenuhi. Pohon yang sudah tualah yang akan ditebang, sedangkan yang masih muda dan tidak terlalu besar dibiarkan tumbuh. Budi juga mengatakan bahwa dalam rentang waktu lima bulan, pohon yang ditebang akan rindang kembali, juga lebih rapi.
(Nuris Dian Syah)
(Dokumen www.mediacenterstan.com 31 Juli 2010)
Suasana kampus yang biasanya teduh akan kita rindukan. Karena kini, mahasiswa tak lagi dapat bernaung dari terik matahari di bawah pohon yang rindang. Ketika masyarakat ramai menanam pohon, kita malah menebang. Tentu saja hal ini menimbulkan keheranan. Akan tetapi, rasa heran yang menggumpal segera pupus setelah kami menemui Budi, salah seorang penebang, pada Jumat sore (30/7).
Alasan Penebangan
“ Demi keamanan lingkungan dan warga STAN”, jawab Budi, saat kami tanya mengenai alasan penebangan. Cuaca hujan disertai angin kencang adalah penyebab umum robohnya pohon secara tiba-tiba. Penebangan dilakukan untuk menghindari kemungkinan korban jatuh akibat hal tesebut. ”Sekarang ini kan musimnya hujan dan angin besar. Jadi, pihak STAN memerintahkan untuk segera melakukan penebangan agar tidak ada pohon yang (tiba-tiba) tumbang ”, tambahnya. Tujuan lainnya, agar lingkungan kampus STAN terlihat lebih rapi.
Amanat Kesekretariatan
“Kami diberi amanat dari kesekretariatan untuk menebang pohon -pohon di wilayah STAN”, ujar Budi. Walaupun merupakan amanat kesekretariatan, biaya ditanggung sendiri. “Segala keperluan yang berhubungan dengan penebangan, kami sendiri yang menanggung, misalnya penyewaan mesin tebang dan pengangkutan kayu”, terangnya. Ia juga mengaku tidak diberi upah atas pekerjaannya. “Kami tidak diberi upah, tetapi kayu tebangan langsung diberikan ke kami”.
Kebijakan ini masih akan berlanjut. Rencananya, pepohonan di sepanjang jalan menuju gerbang Ceger juga akan ditebang. Sementara, pohon trembesi besar yang berada di taman CD, walaupun tidak ikut ditebang, akan tetap dirapikan dengan memotong cabang-cabangnya.
Penebangan ini bukan asal-asalan. Ada ketentuan yang harus terpenuhi. Pohon yang sudah tualah yang akan ditebang, sedangkan yang masih muda dan tidak terlalu besar dibiarkan tumbuh. Budi juga mengatakan bahwa dalam rentang waktu lima bulan, pohon yang ditebang akan rindang kembali, juga lebih rapi.
(Nuris Dian Syah)
(Dokumen www.mediacenterstan.com 31 Juli 2010)
Tracer Study: Semangat Perubahan
Mencari
masukan mengenai sistem pembelajaran, Lembaga menelusuri jejak-jejak alumninya.
Demi STAN yang lebih baik.
Tahun ini adalah pertama kalinya diadakan
penelitian tracer study di Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara. Penelitian ditujukan kepada alumni STAN 1975 – 2009
terkait pengalaman belajar selama berkuliah di STAN. Tim peneliti berasal dari
widyaiswara, sementara tim kerja berasal dari kesekretariatan. Iqbal Isrami,
peneliti tracer study, menyatakan, “
Penelitian ini diajukan kepada alumni untuk mengetahui, alumni sekarang dimana,
jadi apa, dan beberapa hal tentang
pengalaman belajar di STAN.” Menggunakan kuesioner sebagai instrumen
pengumpulan data, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
sistem pembelajaran STAN dari sudut pandang mahasiswa.
Perbaikan Proses Pembelajaran
Alumni dapat mengisi kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dari tim peneliti. Pertanyaan yang diajukan
antara lain mengenai relevansi pendidikan dan pekerjaan, pengalaman
pembelajaran selama berkuliah di STAN serta indikator kompetensi dan daya saing
lulusan STAN. Mengenai tujuan dari penelitian ini, Iqbal mengungkapkan, “Hasil
pendapat alumni yang berupa masukan digunakan untuk perbaikan proses
pembelajaran masa depan.”
Kuesioner didistribusikan secara langsung
dan tidak langsung. Kuesioner dibagikan kepada para alumni secara langsung pada
momentum Reuni Akbar 2010 Oktober lalu. Sementara, bagi alumni yang tidak hadir
saat dalam acara Reuni Akbar 2010, dapat mengisi kuesioner setelah mengunduhnya
melalui beberapa media online. Misalnya, melalui website resmi STAN, website Direktorat
Jenderal Perbendaharaan serta milis-milis alumni.
Untuk Pengambilan Keputusan
Dari data terakhir yang diperoleh, ada
sekitar lima ratus responden yang telah mengisi dan mengumpulkan kuesioner.
Hingga saat ini, penelitian telahmemasuki tahap pengelolaan data. Penelitian ini
ditargetkan rampung sebelum tahun 2010 berakhir. Rencananya, hasil penelitian ini
akan dibahas dalam seminar yang terbatas untuk
lingkungan intern STAN terlebih dahulu sebelum berlanjut ke lingkup yang
lebih luas, lingkungan BPPK. Pada akhirnya, hasil penelitian akan
dipublikasikan untuk umum.
“Penelitian dianggap sukses kalau orang
mengisi dengan benar. Diharapkan input
benar-benar valid sehingga hasil penelitian menggambarkan hal yang sebenarnya,”
ujar Iqbal. Karena melalui proses survey, hasil dari tracer study ini diharapkan dapat mempengaruhi efektivitas
kebijakan yang diambil lembaga.
[Ghulam Azzam Rabbani/Nuris
Dian Syah]
Indah Pada Waktunya
Terkadang
melakukan kilas balik masa lalu menjadi hiburan tersendiri. Kisah sedih,
bahagia, unik, dan berbagai macam kisah lainnya mewarnai kehidupan kita. Ingatan
tentang masa lalu juga menjadi pembuktian bahwa segala angan, harapan, cita-cita,
mimpi –apapun namanya-- yang dahulu sempat terbersit di pikiran, telah terjawab
di masa sekarang. Setiap individu memiliki beragam angan dalam hidupnya. Dan
tentunya masing-masing akan mengusahakan agar apa yang diangankan dapat
terwujud.
Dalam
hidup, pastilah akan melalui proses kehidupan mulai masa kanak-kanak hingga
dewasa. Dalam tiap masa, ada cerita berbeda tentang harapan kita. Ketika berada
dalam masa kanak-kanak, kita belum
terlalu memikirkan tentang harapan di masa depan. Pola pikir tentang kehidupan
belum terbuka lebar di masa itu. Coba saja tanya anak-anak di sekitar kita,
ketika ditanyai tentang harapan, mereka bingung akan menjawab apa karena memang
wawasan mereka masih terbatas.
Bahkan,
anak usia sekolah dasar terkadang bingung saat ditanyai cita-cita. Sama halnya
dengan saya ketika masa itu, ketika ditanyai tentang cita-cita, yang bisa saya
katakan adalah ingin menjadi orang yang berguna bagi keluarga, nusa, dan
bangsa. Padahal jawaban tersebut hanyalah alibi saya untuk menutupi kebingungan
saya untuk menentukan cita-cita yang spesifik.
Saat
beranjak remaja, pola pikir akan mulai terbuka. Mulailah muncul keinginan-keinginan
yang ingin dicapai di masa depan. Dan ketika memasuki usia dewasa, pola pikir
semakin matang dan kompleks sehingga memicu timbulnya harapan yang semakin
beragam. Walaupun demikian, ada sebagian yang justru tak acuh terhadap mimpi
yang pernah dirajutnya. Tidak sedikit orang yang menyesal karena telah
mengabaikan masa lalu, yang seharusnya dipergunakan sebagai batu loncatan untuk
meraih keberhasilan tetapi justru menghabiskannya dengan bermain-main.
Akan
tetapi, ada pula orang yang mampu memegang teguh prinsip hidupnya, konsisten
mengejar angannya hingga tercapailah harapannya di masa kini. Percaya ataupun
tidak, semua yang kita peroleh saat ini merupakan hasil perbuatan yang kita
lakukan di masa lalu –perbuatan sekecil apapun itu.
Ketika
membicarakan tentang harapan, tentu ada sebagian yang tercapai dan sebagian
lainnya tidak tercapai. Hal ini sangat tergantung pada kemampuan dalam
memanfaatkan waktu yang kita miliki. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama
yaitu 24 jam per hari untuk mewujudkan angan dan harapan masing-masing. Jika tidak mampu memanfaatkannya dengan baik
maka waktu akan terbuang sia-sia. Seperti yang diungkapkan Thomas Edison, “Waktu
adalah satu-satunya modal yang dimiliki oleh manusia dan ia tidak boleh sampai
kehilangan waktu.”
Dengan
modal waktu itulah kita mampu meraih angan bahkan melebihi apa yang kita
rencanakan. Dengan melakukan kilas balik masa lalu, kita mampu mengevaluasi
diri terhadap angan kita di masa lampau. Apa yang pernah kita pikirkan dahulu,
kini terkuak semua dan menjadi sebuah kenyataan hidup yang kita peroleh
sekarang.
Saya
pun menjadi teringat akan angan-angan tiga tahun lalu. Saat itu saya sangat berharap untuk dapat lolos
dalam USM STAN, muncul pula dalam pikiran saya tentang khayalan nanti ketika
diterima di STAN mulai dari kehidupan perkuliahan kampus STAN, persahabatan
dengan teman yang sama-sama merantau, hingga membayangkan tentang segala
kesibukan sebagai mahasiswa STAN. Dahulu itu semua hanyalah angan-angan seorang
siswa yang baru lulus SMA. Kini semua ini terjawab dan menjadi sebuah fakta. Ketika
resmi menjadi mahasiswa STAN, saya pun menikmati ritme kehidupan di Kampus ini.
Sebagian yang terjadi sesuai bayangan saya dahulu, dan sebagian lagi keliru. Memang
benar bahwa kita tidak akan pernah tahu sebelum kita sendiri yang menjalani. Jika
angan masa lalu terbukti di masa kini, maka bagaimana dengan angan masa kini?
Ya, akan terjawab di masa datang.
Saya
sebagai mahasiswa tingkat tiga, mulai memiliki angan-angan tentang bagaimana kehidupan
nantinya setelah lulus STAN, misalnya tentang penempatan kerja. Dua atau tiga tahun yang akan datang, ketika
saya membaca ulang tulisan ini, mungkin saya sudah berada di suatu tempat yang
sesuai dengan yang saya angankan –atau malah tidak sesuai. Semuanya hanya dapat
dijawab oleh waktu. Semoga harapan-harapan yang terlambung dapat terjawab indah
pada waktunya.
[Nuris Dian Syah]
Sistem Kebut Empat Hari ala STAN
Karena menggunakan sistem paket, mahasiswa
STAN tak perlu repot-repot mengisi Kartu Rencana Studi (KRS). Cukup jalani
kurikulum yang ditetapkan Lembaga. Begitu pula bila mata kuliah baru muncul di
pengujung semester dan harus diselesaikan dalam empat hari. Tak perlulah
protes, cukup jalani saja.
Sistem
perkuliahan di perguruan tinggi identik dengan Sistem Kredit Semester (SKS).
STAN yang merupakan perguruan tinggi kedinasan juga menerapkan SKS dalam menetapkan
kurikulum. Namun, berbeda dengan perguruan tinggi lain, STAN menggunakan sistem
paket. Artinya, mata kuliah beserta SKS pada tiap semesternya telah ditetapkan dan
dan disosialisasikan kepada seluruh mahasiswa sebelum perkuliahan dimulai. Dengan
demikian, mata kuliah yang dibebankan tiap semester sepenuhnya adalah
kewenangan Lembaga.
Akan
tetapi, masih ada kemungkinan terjadi perubahan kurikulum sehingga ada mata
kuliah yang tidak sesuai dengan paket yang telah disosialisasikan. “STAN ini kan
ubah kurikulum lagi nih. Mungkin akan
ada beberapa kebijakan lagi, apakah mahasiswa yang sekarang mengikuti kurikulum
sekarang atau kurikulum lama. Itu masalah kebijakan,” jelas Fadlil Usman, Kepala
Bidang Akademis Pendidikan Ajun Akuntan.
Fadlil
juga menambahkan bahwa Direktur STAN memiliki kewenangan untuk melakukan
perubahan kurikulum, baik itu menambah mata kuliah, mengurangi mata kuliah, maupun
menukar mata kuliah antar semester. Tentunya perubahan ini harus tetap
memperhatikan ketentuan. Untuk program Diploma I, jumlah SKS yang dibebankan
antara 40 SKS hingga 50 SKS. Sedangkan jumlah SKS yang dibebankan pada program
Diploma III sebanyak 110 SKS hingga 120 SKS.
Kuliah
Borongan Mahasiswa Bea Cukai
Salah
satu pihak yang terkena dampak perubahan kurikulum adalah mahasiswa Bea Cukai
angkatan 24 yang baru menyandang gelar alumni STAN pada Oktober lalu. Mereka
sempat menjalani perkuliahan Hukum Pidana dengan bobot 2 SKS selama empat hari
saja. Padahal lazimnya, perkuliahan untuk mata kuliah tersebut dijalani selama
satu semester. Lebih lagi, perkuliahan tersebut dijalani mulai Minggu (25/10)
sampai dengan Rabu (28/10), sekitar beberapa hari menjelang yudisium.
“Jadi,
satu pertengahan semester itu dihabiskan satu hari setengah. Jadi satu hari full, besoknya setengah hari, sorenya
ujian untuk UTS. Selasanya kuliah full,
Rabunya itu setengah hari, sorenya buat UAS,” tutur Bayu F, alumnus Bea Cukai
angkatan 24.
Berdasarkan
konfirmasi pihak Sekretariat, hal ini terjadi karena adanya kesalahan prosedur dan
adanya perubahan kurikulum. “Kurikulum itu ada, cuma kita masih harus timbang-timbang,
apakah ini masih diperlukan sama mereka atau tidak. Kalau ternyata perlu, ya
kita kasih,” jelas Fadlil.
Setiap
kurikulum spesialisasi Bea Cukai selalu dikomunikasikan dengan Dirjen Bea
Cukai. Jika suatu mata kuliah dianggap penting, maka mata kuliah tersebut dapat
dimunculkan. Tidak hanya Hukum Pidana, tidak tertutup kemungkinan hal serupa
akan terjadi lagi di tahun-tahun berikut, baik bagi spesialisasi Bea Cukai maupun
spesialisasi lainnya.
Salah
satu mata kuliah yang menjadi pertimbangan saat ini adalah Pengelolaan Barang
dan Jasa. “Jadi, bisa saja lulusan sekarang pas
mau lulus, kita kasih seminggu Pengadaan Barang dan Jasa 2 SKS. Begitu udah mau
pengumuman kelulusan, ada satu tambahan khusus Pengadaan Barang dan Jasa. Langsung
ujian. Ada ujiannya dari Bappenas dari lembaga LKPP. Itu bisa saja,” tutup
Fadlil.
PORMA: ‘PON’ ala STAN
Sebagai acara
olahraga se-Kampus STAN, gaung PORMA tak cukup untuk mengatasi masalah tempat
penyelenggaraan. Setelah Gedung G beralih fungsi dan tidak dapat digunakan
untuk ajang olahraga, PORMA tak lagi memiliki arena tetap.
Pekan Olahraga
Mahasiswa (PORMA) turut memeriahkan rangkaian acara STANFest 2011. Ajang ini bertujuan
mencari atlet terbaik yang akan diturunkan dalam Olimpiade Perguruan Tinggi
Kedinasan (PTK). “Tiap tahunnya PORMA mencari atlet yang nantinya didelegasikan
ke Olimpiade PTK,” tutur Winarso Tri R, Koordinator Acara PORMA. Acara ini diikuti
semua spesialisasi yang ada di STAN, temasuk spesialisasi Kepabeanan dan Cukai.
Acara olahraga
tahunan ini berlangsung sejak 8 Januari hingga 5 Februari 2011. Berbeda dengan
tahun sebelumnya yang hanya mempertandingkan 7 cabang, PORMA kali ini
mempertandingkan 10 cabang olahraga, yakni basket, voli, badminton, catur,
tenis meja, scrabble, rubik, bridge, bilyar dan lari.
Antusiasme suporter
tetap tinggi meski acara ini digelar di luar ruangan. “Antusias suporter tetap
meskipun sekarang outdoor dan cuaca
lagi hujan,” ujar Winarso. Menurutnya, suporter terkompak dalam ajang ini
adalah spesialisasi PPLN dan Kepabeanan dan Cukai. “Terutama PPLN, karena
jumlah mereka sedikit sehingga kenal satu sama lain, jadinya kompak.
Terlebih lagi Bea Cukai,” tuturnya.
Tak Ada Arena Tetap
Perubahan fungsi
Gedung G dari gelanggang olahraga menjadi gedung serba guna menyebabkan arena
pertandingan PORMA berpindah-pindah.
Selain itu, pertandingan dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu. Hal
ini menyebabkan tidak mungkinnya pelaksanaan dua pertandingan sekaligus dalam
satu hari dan satu tempat. “Yang jelas (tempatnya) terpisah semua,” ujar
Winarso.
Perlombaan voli
dilakukan di tampat parkir sebelah selatan Gedung M. Alasannya, tempat parkir
penuh di hari kerja. Oleh karena itu, pertandingan hanya bisa dijadwalkan di
hari Sabtu dan Minggu. Perlombaan lari juga harus dialihkan ke sebelah timur
Gedung J. Hal ini disebabkan rute sebelumnya, jalan Kampus arah Ceger,
digunakan sebagai jalur transportasi
barang bangunan untuk Student Center.
Acara tahunan BEM
ini terselenggara akibat kerja sama Departemen Olahraga BEM STAN dan UKM
Olahraga. Mengenai acara ini, Winarso berpendapat bahwa tingkat partisipasi
warga STAN cukup baik. Namun, ia berharap antusiasme suporter meningkat.
“Paling tidak menonton lah,” katanya.
[Nuris Dian
Syah/Tendi Aristo]
Langganan:
Postingan (Atom)